Majelis
Pengukuhan Profesor Riset dan Hadirin yang saya hormati
Program peningkatan produksi padi hampir selalu
menghadapi masalah, terutama serangan hama.
Hingga saat ini terdapat tiga hama
penting yang merusak tanaman padi yaitu tikus, penggerek batang, dan wereng
batang coklat (WBC) Nilaparvata lugens1. WBC menjadi hama utama tanaman padi sejak dimulainya
program intensifikasi. Serangan WBC selain langsung mengisap cairan tanaman
padi tetapi juga sebagai vektor penyakit2,
sehingga kerusakan tanaman padi secara kumulatif dapat mencapai 30%3.
Keunggulan lain serangga WBC dapat beradaptasi dengan lingkungan membentuk tipe
dewasa brachiptera (tidak bersayap), makroptera (bersayap) dan biotipe baru4.
Program intensifikasi selama periode revolusi hijau (1970-1985) telah meningkatkan produksi padi
secara nyata dan mencapai swasembada untuk pertama kalinya pada tahun 1984. Namun
swasembada beras tidak bertahan lama karena makin beragamnya masalah yang
dihadapi dalam usahatani padi, salah satunya serangan WBC secara terus-menerus terjadi
dalam skala luas karena resistensi dan resurjensi5 akibat penggunaan
insektisida yang berlebihan. Dampak negatif lain
juga terjadi pada lingkungan, terbunuhnya musuh alami6,7 dan
keracunan pada manusia8. Selama periode revolusi hijau (1970-1980)
serangan WBC mencapai puncaknya yaitu
seluas 2,5 juta hektar9, dan periode berikutnya serangan WBC terus
menurun terutama pasca Inpres No.3 tahun 1986. Hal ini terlihat dari luas serangannya hanya + 20.000 ha per
tahun selama 20 tahun (1990-2010)10,
namun dua tahun terakhir serangan WBC meningkat. WBC ini tetap merupakan ancaman dalam
peningkatan produksi padi karena serangannya bisa terjadi secara mendadak dan
eksplosif bila penerapan teknologi produksi padi tidak tepat.
Dalam mengatasi serangan WBC
yang terus meluas pada waktu itu, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden
(Inpres) No. 3 tahun 1986. Inpres tersebut melarang penggunaan 57 jenis
insektisida untuk mengendalikan hama padi, sekaligus menerapkan dan mengembangkan
konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara nasional melalui program SL-PHT. Inpres
No. 3 tahun 1986 sampai sekarang tetap berlaku, karena 57 insektisida yang
dilarang tersebut tidak digunakan pada tanaman padi dan konsep PHT telah diterapkan
dan berkembang secara luas, sehingga implikasinya terlihat dari serangan
eksplosif WBC jarang terjadi, biaya
usaha tani relatif berkurang, karena
tidak menggunakan insektisida yang menimbulkan resurjen dan sekaligus peranan
musuh alami meningkat, dari aspek sosial teknolgi PHT tersebut bisa diterima petani11,12.
Naskah orasi Profesor Riset ini akan mengungkap peran, potensi dan
peluang serta tantangan, arah, strategi serta implikasi kebijakan pengembangan musuh
alami dalam pengendalian WBC mendukung peningkatan produksi beras nasional.
II. JENIS DAN PERAN MUSUH ALAMI DALAM
PENGENDALIAN WERENG
BATANG COKLAT
Majelis dan Hadirin yang saya hormati
Bersama ini
dipaparkan jenis musuh alami dan perannya dalam pengendalian hama WBC.
2.1.
Jenis Musuh Alami
Secara umum, musuh alami WBC dikelompokkan atas tiga
golongan yaitu golongan predator, parasitoid, dan patogen serangga13,14.
Predator
biasanya memiliki tubuh dan fisik yang lebih besar dan pergerakannya lebih
cepat dibanding mangsanya, sehingga pemangsaan lebih berhasil12. Predator
mempunyai sifat polifag (pemakan segala), dan sifat ini merupakan keunggulan predator karena
mampu bertahan hidup tanpa mangsa utamanya.
Jenis predator
WBC di Indonesia lebih dari 17 spesies,
dua diantaranya sebagai predator utama, yaitu kepik Cyrtorhinus lividipennis dan laba-laba Lycosa pseudoannulata15. Kedua predator ini mempunyai
kemampuan memangsa dan kelimpahan yang tinggi di lapangan. C. livdipennis memangsa semua stadium WBC tetapi lebih banyak
memangsa telur, sedang laba-laba hanya memangsa nimfa dan dewasa WBC.
Parasitoid
umumnya mempunyai sifat monofag atau oligofag, sifat ini merupakan salah satu
keunggulannya karena lebih fokus mengendalikan inang tertentu. Secara umum parasitoid lebih banyak
memparasiti telur WBC. Parasitoid yang tergolong “parasitoid
soliter” hanya memparasiti satu inang oleh satu
parasitoid dan sifat ini adalah yang efisien dan efektif membunuh
inangnya. Tetapi ada sifat lain yang perlu dihindari yaitu “hiperparasitoid”, karena dapat memparasiti serangga parasitoid lainnya. Ada
dua jenis parasitoid WBC yang banyak dijumpai pada persawahan di Indonesia yaitu
Anagrus sp (Mymaridae, Hymenoptera)
dan Oligosita sp (Trichogramatidae,
Hymenoptera)16.
Jenis patogen
serangga yang umum dijumpai pada pertanaman padi dan sudah digunakan dalam
pengendalian WBC adalah jamur Metarhizium
anisopilae dan Beauveria bassiana.
Jamur ini berkembang dalam tubuh inang dan sebagian jamur ada yang mengeluarkan
racun sehingga inangnya mati9.
Jamur patogen serangga biasanya diaplikasikan secara inundasi (dalam
jumlah banyak) dan dalam bentuk formulasi atau disebut juga dengan insektisida
biologi17
2.2.
Peran Musuh Alami
Musuh alami merupakan salah satu mata rantai makanan
pada agroekosistem sawah dan peran utamanya adalah memangsa dan memparasiti WBC18.
Secara umum dapat dikatakan bahwa musuh alami sebagai pembatas dan pengatur
populasi hama yang efektif karena sifat pengaturannya bergantung pada kepadatan
(density dependent), sehingga mampu
mempertahankan populasi hama pada keseimbangan umum (general equilibrium position) dan tidak menimbulkan kerusakan pada
tanaman12,19. Keberadaan musuh alami dapat meningkatkan keanekaragaman hayati,
sehingga tercipta keseimbangan ekosistem (ecosystem balance)20. Contoh kasus yang terjadi pada
ekosistem lahan sawah di Indonesia yang tidak diaplikasi insektisida kimia
sintetis, keanekaragaman hayati sangat tinggi yang ditunjukkan oleh tingginya
populasi dan banyaknya jenis musuh alami predator (laba-laba, kepik dan
kumbang) dan serangga netral lainnya)21,22,23,24.
Sesuai
dengan konsep dasar PHT yang dilaksanakan di Indonesia ternyata musuh alami sangat berperan sebagai salah satu komponen yang menentukan keberhasilan pengendalian WBC, dan
komponen pengendalian lainnya ditujukan untuk memperkuat peran musuh alami. Kompatibilitas
antar-komponen PHT sangat diperlukan agar pengaruhnya secara kumulatif dapat
lebih besar. Peran musuh alami lokal akan lebih efisien dan efektif dalam
mengendalikan WBC karena sudah beradaptasi dengan lingkungan11.
III. PERKEMBANGAN PENGENDALIAN
WERENG BATANG COKLAT DENGAN
MUSUH
ALAMI
Majelis
dan Hadirin yang saya muliakan
Erat kaitan
antara perkembangan pengendalian WBC
dengan penggunaan musuh alami, maka periodisasi berdasarkan atas penerapan komponen teknologi produksi padi terutama dalam
hal penggunaan insektisida, pupuk dan varietas, hal ini penting dijadikan
sebagai acuan dalam pengendalian WBC, karena sangat erat kaitannya dengan
perkembangan WBC dan musuh alaminya.
3.1. Periode
Revolusi Hijau
Pada periode revolusi hijau (1970-1985), perhatian
terhadap musuh alami dalam pengendalian
WBC sangat kurang, karena penggunaan insektisida sudah menjadi komponen utama dalam
mengatasi serangan hama padi25. Perhatian terhadap pemanfaatan musuh
alami WBC baru dimulai sejak adanya ledakan populasi WBC pada tahun 1976, pada
waktu itu ditemui tiga jenis predator yaitu kumbang Coccinella sp, laba-laba, dan kepik C. lividipennis2.
Program
pemerintah dalam meningkatkan produksi padi pada awal revolusi hijau dengan
menerapkan paket teknologi produksi padi yang kurang tepat, yaitu dengan menggunakan insektisida yang tidak
rasional atau berlebihan, pemakaian pupuk yang tidak berimbang, dan penanaman varietas
peka, mendorong berkembangnya WBC sehingga
serangannya terjadi secara eksplosif di hampir seluruh persawahan di Indonesia.
Periode ini disebut sebagai ”era kebergantungan insektisida”.
3.2.
Periode Sesudah Revolusi Hijau (1986-2006)
Salah satu kebijakan pemerintah dalam mengatasi hama
WBC untuk meningkatkan produksi padi adalah dengan mengeluarkan Inpres No. 3
tahun 1986. Kebijakan ini mendorong pengurangan penggunaan insektisida dan
sekaligus memasyarakatkan konsep PHT secara nasional. Tingkat penurunan aplikasi
insektisida dalam mengendalikan hama padi mencapai 60% selama kurun waktu tiga
tahun, dari >50.000 ton pada tahun 1987 menjadi >20.000 ton pada tahun
199011.
Di samping itu, penerapan PHT makin meluas dan
kondisi ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan PHT nasional. Pengembangan PHT terus
dilakukan melalui sekolah lapang (SL-PHT) bagi petani secara bertingkat dan
kontinu26. Dampak positif program SL-PHT adalah makin sedikitnya penggunaan
insektisida untuk mengendalikan hama
padi, bahkan ada petani yang tidak menggunakan sama sekali, sehingga musuh
alami dapat berperan secara optimal dan
jarang terjadi serangan WBC secara eksplosif.
Di Indonesia, periode pasca-revolusi hijau dapat
disebut sebagai era PHT dalam mengendalikan hama padi, terutama WBC, karena
perhatian terhadap pemanfaatan musuh alami sebagai salah satu komponen PHT
sudah cukup tinggi. Hasil penelitian mengenai komposisi dan populasi musuh
alami pada agroekosistem sawah tanpa pestisida ternyata lebih dominan
dibandingkan dengan populasi hama27. Peningkatan populasi WBC di lapangan
selalu diikuti oleh peningkatan populasi musuh alaminya28,29,30,31,32.
Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan musuh alami tanpa gangguan insektisida
mampu menghambat pertumbuhan populasi WBC dan menciptakan keseimbangan
ekosistem persawahan33. Penggabungan musuh alami predator dengan
varietas padi tahan wereng dapat meningkatkan efektivitasnya dalam menurunkan
populasi WBC34,35
Penelitian pemanfaatan musuh alami terus berkembang,
baik dari aspek biologi, ekologi, kinerja maupun pengaruh aplikasi insektisida
di laboratorium, rumah kaca, dan di lapangan36,37,38,39. Khusus
untuk predator C. lividipennis di samping penelitian kinerja di lapangan yang
sudah banyak dilakukan40,41 juga rekayasa genetik untuk mendapatkan
individu kepik C. lividipennis yang
mempunyai kemampuan memangsa tinggi42.
3.3. Periode
Saat Ini (2007-sekarang)
Program pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi
beras terus dilakukan untuk mencapai swasembada. Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN)
sudah dimulai sejak tahun 2007 sampai sekarang. Implementasi program nasional ini
adalah dalam bentuk Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)43.
Program SL-PTT ini sejalan dengan upaya pengembangan konsep PHT secara utuh.
Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi serangan
WBC yang cukup luas dan bahkan membuat sebagian pertanaman padi puso, terutama
di Jawa. Hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh cuaca dan penggunaan vaietas
peka serta aplikasi insektisida yang tidak rasional, sehingga peranan musuh
alami berkurang44.
Penerapan teknologi produksi padi secara utuh
mencakup penerapan konsep PHT dengan
mengacu kepada Inpres No. 3 tahun 1986 akan mendorong tercapainya tujuan P2BN
yaitu swasembada beras. Sehubungan dengan itu, pemanfaatan musuh alami sebagai
salah satu komponen utama PHT baik pada saat ini maupun dimasa yang akan datang
perlu terus ditingkatkan untuk mengatasi masalah WBC secara efektif, ramah
lingkungan dan berkelanjutan. Pada periode saat ini dan prediksi masa yang akan
datang inilah yang disebut sebagai “era pengembangan PHT WBC”.
IV. POTENSI, PELUANG, DAN TANTANGAN PEMANFAATAN MUSUH ALAMI
Majelis
dan Hadirin yang terhormat
Pemanfaatan dan
pengembangan musuh alami memiliki
potensi dan peluang besar dalam upaya mengatasi masalah WBC dengan berbagai tantangannya.
4.1. Potensi
Indonesia yang beriklim tropis ternyata
mempunyai kekayaan dan keragaman biologis yang sangat tinggi, termasuk
keanekaragaman serangga atau kelompok artropoda secara umum45. Potensi
pemanfaatan musuh WBC cukup besar bila dilihat dari berbagai aspek, antara lain:
Aspek
kinerja.
Tiga jenis kelompok predator WBC adalah laba-laba (L. pseudoannulata), kumbang (Phaederus
fuscipes, Ophionea nigrofasciata),
dan kepik (C. lividipennis).
Predator-predator tersebut umumnya memangsa nimfa dan dewasa WBC, tetapi predator
C. lividipennis lebih banyak memangsa
telur. Kemampuan memangsa seekor predator laba-laba L. pseudoannulata rata-rata 15
ekor WBC dewasa per hari. Pada kondisi populasi wereng 55 ekor atau pada rasio
populasi predator terhadap WBC 1 :
4-5, predator mampu menekan perkembangan populasi WBC secara efektif39.
Jenis kumbang yang banyak ditemukan di lapangan adalah P. fuscipes dan O.
nigrofasciata. Kumbang ini bersifat kosmopolit dan kemampuan memangsa relatif
sedang, berkisar antara 3-4 ekor nimfa WBC
per hari13. Predator C.
lividipennis lebih menyukai telur WBC dibanding telur wereng hijau dan
wereng punggung putih. Kemampuan memangsa satu kepik predator terhadap telur WBC
di laboratorium rata-rata 20 butir/hari, sedangkan terhadap nimfa dan dewasa masing-masing
hanya 5 dan 8 ekor/hari36.
Peran C. lividipennis dalam menurunkan populasi WBC di rumah kaca pada
varietas peka cukup tinggi. Pada rasio empat ekor predator dan empat ekor WBC (1:1)
mampu menurunkan populasi WBC sebesar 79% dan pada rasio empat predator dan
delapan WBC (1:2) menurunkan populasi WBC sebesar 72%. Tingkat penurunan populasi WBC lebih tinggi lagi pada varietas tahan, mencapai
95% pada populasi rasio predator dan WBC 1:1 dan 81% pada populasi rasio 1:2,
atau lebih tinggi 16% dan 9% dibandingkan dengan kinerja C. lividipennis sendiri28,29.
Kinerja C. lividipennis di lapangan dengan menggunakan kurungan dan
varietas peka menunjukkan pada rasio populasi predator dan WBC 1:1 dan 1:2 pada
60 hari setelah dimasukkan mampu menurunkan populasi WBC masing-masing sebesar
99% dan 78%. Waktu kedatangan C. lividipennis
yang bersamaan dan 1 minggu setelah WBC dengan rasio populasi predator dan WBC 1:2
efektif menurunkan populasi WBC masing-masing sebesar 90% dan 85%33.
Kinerja predator C. lividipennis dan
laba-laba L. pseudoannulata secara bersama-sama meningkat atau efektif
menurunkan populasi WBC dibandingkan dengan secara terpisah29.
Ada dua jenis parasitoid yang
memparasiti telur WBC yaitu Anagrus
sp. dan Oligosita sp. Kemampuan Oligosita sp. memparasiti telur WBC
lebih tinggi dibandingkan dengan Anagrus sp., dan tingkat parasitasi Oligosita sp. di lapangan mencapai 45%16.
Jamur
patogen serangga B. bassiana mampu
mengendalikan populasi hama WBC hingga 40% dan M. anisopliae 23%15,17. Salah satu keunggulan musuh
alami patogen serangga ini adalah dapat
diformulasi dan diproduksi dalam jumlah banyak serta dapat diaplikasikan
seperti insektisida.
Aspek ekologi mencakup
keberadaan, kelimpahan, dan penyebaran di lapangan. Populasi musuh alami WBC
serta serangga netral di lahan sawah selalu lebih tinggi dibandingkan dengan
populasi hama30,39,46. Keragaman hayati pada lahan sawah yang tidak
diaplikasi insektisida cukup tinggi45,47, kebanyakan didominasi oleh
predator, kemudian diikuti oleh parasitoid dan artropoda netral dengan jumlah
mencapai 17 kali lebih banyak dibanding populasi serangga hama19. Komposisi
atropoda predator pada ekosistem persawahan yang tidak diaplikasi insektisida
sintetis mencapai 142 spesies yang terdiri atas 72% serangga predator dan 28%
laba-laba22. Musuh alami WBC pada lahan sawah di Filipina cukup
tinggi dan beragam, yaitu 79 jenis yang terdiri atas 37 predator, 35 parasitoid,
dan 7 patogen38.
Kelimpahan
populasi predator C. lividipennis
lebih tinggi pada musim kemarau dibanding musim hujan, terutama pada lahan yang
tidak menggunakan insektisida. Perkembangan populasi predator C. lividipennis di lapangan berkolerasi
positif dengan populasi WBC, artinya perkembangan populasi predator mampu
mengikuti perkembangan populasi mangsa WBC, terutama pada tanaman padi fase
generatif29, distribusinya di lapangan berupa “negative binomial” atau
sama dengan bentuk distribusi WBC pada saat tanaman padi fase generatif48.
Predator C. lividipennis mudah menyebar karena serangga
dewasa tertarik dengan cahaya lampu, sehingga terbawa oleh kendaraan pada malam
hari49. Secara umum kepik C.
lividipennis dapat digolongkan sebagai predator penting WBC50,27,31.
Keberadaan parasitoid Oligosita sp. di lapangan lebih dominan dibanding
Anagrus sp. karena mempunyai inang
alternatif, seperti wereng hijau. Jenis patogen serangga yang banyak menyerang
WBC di lapangan adalah M. anisopliae
dan B. bassiana.
Kompetisi antar-musuh alami
(predator, parasitoid dan patogen) serta inter-predator (laba-laba, kepik dan
kumbang) bisa terjadi terutama pada saat populasi mangsa atau inang rendah.
Aspek biologi. Predator C. lividipennis yang diberi makan telur
WBC ternyata memiliki tingkat reproduksi bersih (Ro) 44,1 dan laju pertumbuhan
intrinsik (r) atau laju pertumbuhan per individu cukup tinggi, rata-rata 0,13
sehingga pertumbuhan populasinya disebut pertumbuhan eksponensial, lamanya satu
generasi rata-rata 28,6 hari. Ketiga faktor pertumbuhan populasi tersebut
menunjukkan telur WBC cocok digunakan untuk perbanyakan predator. “Function
response” C. lividipennis mengikuti
perkembangan populasi mangsa. Artinya, kemampuan memangsanya tinggi pada saat
populasi mangsa juga tinggi. C.
lividipennis betina lebih banyak memangsa WBC dibanding jantan karena
betina lebih banyak membutuhkan energi untuk memproduksi telur dan kemampuan mencari mangsa (a = 0,491) lebih
tinggi dan waktu yang dibutuhkan untuk menangani mangsa (Th = 0,031) lebih
rendah29.
Secara umum,
peranan predator lebih efektif mengendalikan populasi WBC dibanding parasitoid,
karena predator dapat memangsa semua stadium WBC, baik telur dan nimfa maupun
dewasa15,46. Dilihat dari aspek kinerja, ekologi dan biologi beberapa
musuh alami utama yang telah diuraikan di atas maka secara kumulatif perannya
dalam konsep PHT mampu menekan perkembangan
populasi WBC secara efektif dan ramah lingkungan.
4.2. Peluang
Mengacu pada potensi yang ada, peluang
pemanfaatan musuh alami sebagai salah satu komponen pengendalian WBC dalam
konsep PHT sangat besar dan prospektif. Penggunaan musuh alami merupakan prinsip
dasar dalam implementasi PHT WBC. Di samping itu, penggunaan musuh alami juga
kompatibel dengan komponen pengendalian lainnya, sehingga efektifitasnya akan lebih
tinggi.
Sejalan
dengan meningkatnya tuntutan
terhadap produk pangan yang berkualitas dan aman, perlu dikembangkan usahatani
ramah lingkungan. Peluang pemanfaatan musuh alami sangat strategis dalam
pertanian ramah lingkungan tersebut, karena salah satu komponen teknologinya
adalah PHT. Keberadaan musuh alami dengan jenis dan populasi yang tinggi serta dapat berperan mengendalikan WBC, ternyata
juga berpeluang meningkatkan keanekaragaman
hayati dan mengurangi penggunaan insektisida45. Peluang lain dalam aplikasi insektisida yang tepat dengan memperhitungkan
keberadaan pedator C. lividipennis,
laba-laba, dan kumbang predator dapat digunakan untuk menentukan nilai ambang
ekonomi WBC9.
4.3. Tantangan
Secara umum ada dua tantangan
utama dalam pemanfaatan musuh alami WBC, yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal mencakup 1) sifat polifag pada predator dan sifat
hiperparasitoid pada parasitoid, 2) kemampuan berkembang biak relatif lebih
rendah dibanding WBC, dan 3) tingkat adaptasi umumnya relatif rendah. Faktor eksternal mencakup 1) pengaruh faktor fisik,
terutama perubahan iklim mikro dan makro seperti cuaca ekstrim, yang dapat
mendorong perkembangan populasi WBC lebih cepat; 2) pengaruh kegiatan budidaya seperti
penggunaan pupuk yang tidak berimbang dan aplikasi insektisida yang tidak
rasional; dan 3) pengaruh biologis seperti kompetisi antar-musuh alami11.
Berdasarkan potensi dan peluang
pemanfaatan beberapa musuh alami WBC yang diuraikan tadi akan mampu menghambat
perkembangan populasi WBC secara efektif. Namun tantangan yang berat adalah penggunaan
insektisida sintesis, karena masih banyak petani yang menggunakan dan menyakini
bahwa insektisida dapat mengatasi masalah hama secara cepat.
V. ARAH DAN STRATEGI PEMANFAATAN
MUSUH ALAMI
Majelis dan Hadirin yang terhormat
Sesuai dengan potensi dan
peluang yang ada serta tantangan yang dihadapi dalam pengembangan musuh alami utama
WBC seperti yang dibahas di atas, maka perlu
disusun arah dan strategi yang jelas dalam pemanfaatannya ke depan.
5.1. Arah
Pemanfaatan
Arah pemanfaatan musuh alami ke
depan dalam pengendalian WBC adalah: 1) meningkatkan pengetahuan pengguna
(petani) terhadap pentingnya peranan musuh alami dalam konsep PHT, 2) meningkatkan
peranan musuh alami WBC lokal dan kalau
diperlukan melakukan introduksi untuk menghambat perkembangan populasi WBC
secara dini dan berkelanjutan; 3) mendapatkan musuh alami yang mempunyai
kemampuan memangsa lebih tinggi dari biasanya,; 4) penerapan dan
pengembangan musuh alami dalam konsep
PHT WBC secara utuh.
5.2.
Strategi Pemanfaatan
Strategi pemanfaatan dan
pengembangan musuh alami WBC disusun berdasarkan kepada arah yang sudah
ditentukan yaitu ;
a. Melakukan pemberdayaan petani
Pemberdayaan dan meningkatkan
partisipasi petani dapat dilakukan melalui pelatihan dan sekolah lapang, diharapkan akan melahirkan petani-petani ahli
PHT, dengan penguasaan pengetahuan yang mantap tentang penggunaan musuh alami dalam
konsep PHT. Petani ahli PHT juga dapat menjadi nara sumber bagi petani lain,
sehingga proses diseminasi teknologi akan lebih cepat dan efektif karena
menerapkan model penyuluhan dari petani untuk petani (farmer to farmer).
b. Pengelolaan agroekosistem
Pengelolaan agroekosistem persawahan yang baik akan menjamin keberadaan dan
meningkatkan peranan musuh alami lokal18,20.
Pengelolaan agroekosistem persawahan dapat dilakukan dengan konservasi seperti sistem
tumpang sari, yaitu penanaman
palawija di pematang atau surjan pada saat ada tanaman padi, melakukan pergiliran tanaman dan memelihara
tanaman lain seperti rumput-rumputan di sekitar lahan sawah, baik pada saat ada
tanaman padi maupun dalam keadaan bera. Introduksi musuh alami tertentu juga
bisa dilakukan dengan melakukan perbanyakan massal terlebih dahulu, kemudian
dilepas secara inundasi pada saat populasi WBC meningkat dan musuh alami lokal
tidak berperan.
c. Melakukan penelitian
Berkembangnya
teknologi DNA atau rekayasa genetik pada era tahun 1970an berkontribusi
terhadap pengembangan penelitian biologi molekuler. Terkait dengan peningkatan
kemampuan musuh alami, ternyata dapat
juga dikakukan melalui rekayasa genetik seperti penelitian untuk mendapatkan C. lividipennis yang memiliki kemampuan memangsa tinggi melalui
seleksi DNA42
c. Integrasi PHT ke
dalam SL-PTT
Program P2BN
yang dilakukan melalui SL-PTT43 merupakan suatu wadah penting dalam menerapkan dan mengembangkan
konsep PHT dengan komponen utamanya adalah pemanfaatan musuh alami. Dalam penerapan
konsep PHT WBC perlu memperhatikan keterkaitan antara musuh alami dengan
komponen PHT lainnya, agar terjadi kekuatan yang lebih besar dalam mengatasi
masalah WBC secara efisien, efektif dan berwawasan lingkungan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Majelis dan Hadirin yang saya muliakan
Berdasarkan paparan tadi dapat
disimpulkan dan dicari benang merah implikasi kebijakan bagi pengembangan musuh
alami dalam upaya mengendalikan WBC untuk mendukung peningkatan produksi beras
nasional.
6.1. Kesimpulan
a. Keberadaan musuh alami berperan sebagai faktor
pembatas dan pengatur populasi WBC dalam menciptakan keseimbangan lingkungan.
b. Keragaman dan kelimpahan musuh alami di ekosistem persawahan
yang tidak diaplikasi insektisida selalu lebih tinggi dibanding populasi
serangga hama, dengan demikian akan berimplikasi pada penurunan serangan WBC
c. Musuh alami berpotensi dan berpeluang besar untuk
dikembangkan sebagai pengendali utama WBC dalam konsep PHT, asal dapat mengatasi tantangan yang ada terutama
mengurangi bahkan kalau bisa meniadakan penggunaan insektisida.
d. Menjaga keberadaan musuh alami dan serangga berguna
lainnya akan meningkatkan keanekaragaman hayati, sehingga ledakan populasi WBC
dapat ditahan dan dikendalikan, sehingga produktivitas padi menjadi optimal.
6.2. Saran Implikasi Kebijakan
Penerapan
konsep PHT sejalan dengan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam program
SL-PTT. Untuk meningkatkan pemanfaatan dan pengembangan musuh alami dalam
mengatasi WBC dibutuhkan dukungan
pemerintah, terutama dalam; a) menyiapkan dan mendiseminasikan inovasi
teknologi pemanfaatan musuh alami dalam pengendalian WBC secara terpadu dan
spesifik lokasi kepada pengguna; b) menyediakan atau melengkapi fasilitas
laboratorium dan rumah kaca yang dibutuhkan untuk memproduksi musuh alami WBC
yang akan diintroduksikan ke lapangan; c) mengimplementasikan dan mengembangkan
konsep PHT secara utuh dan berkelanjutan
dalam program SL-PTT; dan d) melakukan monitoring WBC dan musuh alami secara
berkala dan kontinu untuk mengantisipasi perkembangan WBC secara dini, terutama
pada kawasan SL-PTT oleh Pengamat Hama Penyakit (PHP) dan petani.
VII. PENUTUP
Majelis Pengukuhan dan Hadirin
yang Saya Muliakan.
Allah telah menciptakan bumi
dan segala isinya untuk kebutuhan manusia dan kondisi alam ini dalam keadaan
seimbang, karena setiap organisme yang ada mempunyai peranan yang berbeda-beda
tetapi saling membutuhkan satu sama lain. Dalam Kitab Suci Al Quran sudah
dinyatakan bahwa kerusakan di bumi atau ketidakseimbangan ekosistem disebabkan
oleh manusia. Firman Allah itu terdapat dalam Surat AR Ruum ayat 30-41 yang
berbunyi telah terjadi kerusakan di darat
dan di laut yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Namun Allah juga
berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 11 “Janganlah
kamu berbuat kerusakan di muka bumi ini”. Dengan demikian, memelihara bumi
dengan segala isinya merupakan anjuran
agama kepada manusia agar kebutuhannya dapat terpenuhi.
Pemanfaatan musuh alami
merupakan salah satu komponen dalam penerapan PHT WBC yang berorientasi pada
lingkungan, karena pengendalian secara hayati ini berperan menciptakan keseimbangan
ekosistem. Pemanfaatan musuh alami dalam mengendalikan WBC telah terbukti
efektif dan efisien. Oleh karena itu, upaya menjaga dan meningkatkan perananya
perlu terus dikembangkan sehingga dapat mengatasi WBC secara efektif dan tidak
mencemari lingkungan serta mengoptimalkan produktivitas padi untuk mendukung peningkatan
produksi beras nasional.
Pengetahuan tentang
agroekosistem sawah dan prinsip dasar pengendalian hama berbasis ekologi saat
ini belum sepenuhnya dikuasai dan diterapkan oleh petani. Oleh karena itu,
upaya peningkatan pengetahuan tersebut dan pemahaman tentang konsep PHT WBC
serta pemanfaatan musuh alami perlu
terus dikembangkan pada wilayah SL-PTT agar petani menjadi mandiri dalam
mengatasi hama. Disamping itu perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap peredaran
insektisida sintesis terutama insektisida yang dapat menimbulkan resurjensi
pada WBC.
Demikianlah orasi pengukuhan
Profesor Riset ini, semoga ada manfaatnya bagi kita semua.
Atas perhatian bapak, ibu dan saudara semua, sekali
lagi saya ucapkan terima kasih dan mohon maaf atas kekurangan dan kekhilafan
dalam penyampaian orasi ilmiah ini.
Wabillahitaufiq
walhidayah
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar