RINGKASAN
Perobahan iklim mengakibatkan tejadinya peningkatan
suhu, dan anomaly iklim yang disebut dengan El-Nino dan La-Nina serta pola
curah hujan yang tidak teratur. Dampak dari perobahan iklim tersebut terhadap
produksi padi dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Salah satu
faktor utama yang mempengaruhi produksi padi adalah serangan hama. Wereng
coklat merupakan salah satu hama penting yang dapat menurunkan hasil padi
secara terus menerus dalam sekala luas. Serangan hama ini tidak saja menyerang
langsung dengan mengisap cairan tanaman tetapi juga berperan sebagai vector
beberapa penyakit virus yaitu kerdil hampa, kerdil rumput tipe 1 dan tipe 2.
Secara komulatif kerusakan tanaman padi oleh serangan wereng coklat dan
penyakit virus yang dipindahkannya bisa mencapai 30%. Hama wereng coklat ini
termasuk jenis hama yang sulit dikendalikan dan mempunyai tingkat adaptasi yang
tinggi terhadap lingkungan. Peningkatan suhu (pemansan global) secara umum dapat
memicu perubahan kehidupan biologis, terhadap wereng coklat misalnya terjadi
perubahan perilaku dan meningkatkan reproduksi, kelimpahan populasi, penyebaran, perobahan biotipe serta jumlah
generasi, sehingga berdampak positif terhadap perkembangan populasinya dan akan
menjadi ancaman terhadap peningkatan produksi padi secaara terus menerus. Perobahan
iklim yang akan terus terjadi pada masa yang datang, maka perlu menyusun
strategi dan kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi serangan wereng coklat secara
dini dan efektif dengan melakukan program yang bersifat pencegahan maupun
pengendalian dengan menerapkan inovasi teknologi yang berorientasi pada ekonomi
dan lingkungan. Beberapa strategi yang perlu dilakukan adalah 1) melakukan
pemberdayaan sumber daya manusia (petugas dan petani), 2) pengembangan konsep
PHT menjadi Pengendalian Keragaman Hayati Trpadu (PKHT), 3) meningkatkan
kemampuan musuh alami melalui rekayasa genetic, 4) penerapan dan pengembangan
konsep PHT/PKHT pada program SL-PTT dan 5) menggalakkan pemantauan populasi
hama wereng secara kontinu dalam skala luas. Implikasi kebijakan yang perlu
diambil dapat difokuskan menjadi tiga aspek pertama
mensosialisasikan paradigma baru pengendalian hama dengan berorientasi
keragaman hayati yang disebut PKHT, kedua
melakuakn gerakan penerapan konsep PKHT dalam program SL-PTT dan ketiga menyiapkan sarana prasarana
menunjang pengendalian hayati di daerah.
PENDAHULUAN
Program peningkatan produksi padi
hampir selalu menghadapi masalah, terutama serangan hama. Hingga saat ini
terdapat tiga hama penting yang merusak tanaman padi yaitu tikus, penggerek
batang, dan wereng coklat (Nilaparvata
lugens). Wereng coklat
menjadi hama utama tanaman padi sejak dimulainya program intensifikasi.
Serangan hama ini selain langsung mengisap cairan tanaman padi tetapi juga sebagai vektor penyakit, sehingga kerusakan
tanaman padi secara kumulatif dapat mencapai 30%. Keunggulan lain serangga ini
dapat membentuk tipe dewasa makroptera (bersayap) kalau ketersediaan makanan
terbatas serta membentuk biotipe baru untuk mematahkan ketahanan varietas.
Disamping itu pengaruh iklim seperti
temperatur, kelembaban dan curah hujan yang ekstrim serta penggunaan
insektisida yang berlebihan sangat mendorong
perkembangan populasi wereng coklat.
Program intensifikasi selama periode
revolusi hijau (1970-1985) telah
meningkatkan produksi padi secara nyata dan mencapai swasembada untuk pertama
kalinya pada tahun 1984. Namun swasembada beras tidak bertahan lama karena
makin beragamnya masalah yang dihadapi dalam usahatani padi, salah satunya serangan
hama wereng coklat. Penggunaan insektisida yang tidak tepat telah
menimbulkan rseistensi dan resurgensi
pada wereng, sehingga serangannya terjadi secara terus-menerus dan dalam skala
luas. Dampak negatif lain dari penggunaan insektisida adalah
terbunuhnya musuh alami serta keracunan pada manusia. Serangan wereng coklat
mencapai puncaknya yaitu seluas lebih 2,5
juta hektar selama periode revolusi hijau tersebut. Dalam mengatasi serangan
WBC yang terus meluas pada waktu itu, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden
(Inpres) No. 3 tahun 1986, isinya melarang penggunaan 57 jenis insektisida
untuk mengendalikan hama padi karena dapat menimbulkan resistensi dan
resurgensi pada wereng coklat, sekaligus menerapkan dan mengembangkan konsep
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara nasional melalui program SL-PHT. Penerapan
Inpres No3 1986 tersebut telah berhasil secara spektakular dalam mengatasi
serangan hama wereng coklat. Hal ini terlihat dari luas serangan wereng pasca Inpres No.3 sampai tahun 1990 hanya 458.038 ha, pada dasawarsa (1991-2000)
terjadi penurunan lagi yaitu 312.610 ha, tetapi pada dasawarsa berikutnya 2001-2010
terjadi peningkatan serangan yaitu mencapai 351.748 ha. Kurun waktu pasca
pengembangan SL-PHT terjadi dua kali ledakan serangan wereng yaitu tahun 1998
dan tahun 2010, pada tahun 2010 saja mencapai 128.738 ha dan seluas 4.602 ha
adalah puso terutama di Jawa. Tingginya tingkat serangan wereng dan kerusakan pertanaman
saat itu terutama disebabkan oleh pengaruh La-Nina dan pemanasan global. Faktor
lain yang mendorong ledakan wereng coklat pada tahun 2010 itu adalah penanaman
varietas rentan seperti padi hibrida, pertanaman yang tidak serentak,
penggunaan pupuk tidak seimbang dan penggunaan insektisida yang tidak tepat.
Disamping faktor-faktor tersebut diatas, ada beberapa faktor kunci yang terjadi
yaitu petani dan petugas lupa atau tidak menerapkan konsep PHT secara utuh, disamping itu petani
juga tidak melakukan monitoring perkembangan populasi hama wereng dan musuh
alaminya, sehingga pengendalian secara dini tidak bisa dilakukan. Berdasarkan informasi di atas, ternyata
tingkat serangan wereng coklat pada beberapa dasawarsa yang lalu terutama
selama kurun waktu pasca Inpres No.3 masih relatif tinggi dan telah menimbulkan
kerugian yang cukup besar. Oleh karena itu serangan wereng coklat perlu terus diwaspadai
karena akan tetap menjadi ancaman dimasa yang akan datang dalam upaya
meningkatkan produksi padi nasional. Dengan demikiaan perlu adanya strategi yang dapat mengatasi serangan hama
ini secara dini dan diikuti dengan implementasi kebijakannya yang
cepat dan luas.
PENGARUH PEMANASAN
GLOBAL TERHADAP “ARTROPODA COMMUNITY” PADA PERTANAMAN PADI
Artropoda
community pada pertanaman padi tidak saja berperan sebagai hama tetapi
juga sebagai musuh alami baik sebagai predator maupun parasitoid. Beberapa hama
penting yang tergolong Artropoda adalah wereng coklat, wereng hijau, penggerek
batang, kepinding tanah, walang sangit, sedangkan yang menjadi musuh alami
adalah laba-laba, kumbang dan kepik predator serta jenis tabuan parasitoid.
Perobahan iklim tidak saja menimbulkan
peningkatan suhu secara ekstrim (pemanasan global) tetapi juga menimbulkan anomaly
iklim seperti adanya La-Nina (banyak hujan dimusim kemarau) dan El-Nino serta
pola curah hujan yang tidak menentu. Perobahan iklim ini ternyata dapat
berdampak negatif baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produksi
padi nasional. Keterkaitan antara perobahan iklim dengan hama dan produksi padi sangat erat. Perobahan
iklim dapat mempercepat perkembangan populasi,
penyebaran dan tingkat serangan hama, kalau didalam pengelolaan hama
tersebut tidak menerapkan perinsip PHT, tentu masalah ini akan meningkatkan
kehilangan hasil padi secara kontinu
Peningkatan suhu sangat berpengaruh nyata
terhadap kehidupan serangga mencakup proses fisiologi, perilaku, perkembangan/kelimpahan
populasi, penyebaran (meningkatkan mobilitas), reproduksi (memperpendek siklus
hidup) dan meningkatkan jumlah generasi. Hasil penelitian lain menunjukkan
bahwa pemanasan global juga mendorong perobahan biotipe dan mengurangi
efektivitas ketahanan varietas, peranan
musuh alami dan penggunaan biopestisida. Peningkatan suhu tahunan di Jepang
selama 40 tahun terakhir mencapai 1oC. Diprediksi selama kurun waktu
1990-2100 (110 tahun) akan terjadi peningkatan suhu mencapai 1,4-5,8oC.
Peningkatan suhu akan terus terjadi
seiring dengan perobahan iklim yang ekstrim. Hasil penelitian di Jepang
menunjukkan bahwa dengan peningkatan suhu 2oC dapat meningkat jumlah
generasi kelompok Artropoda hama padi berkisar antara 0,7-1,76 kali, pada wereng
coklat saja 1,6 kali, sedangkan pada kelompok
Artropoda musuh alaminya lebih tinggi kecuali terhadap laba-laba mencapai
rata-rata lebih dari 2 kali, tertinggi pada serangga parasitoid Trichogramma yaitu 3,8 kali.
STRATEGI DAN
IMPLIKASI KEBIJAKAN MEWASPADAI SERANGAN HAMA WERENG COKLAT
Strategi
Beberapa strategi yang perlu dilakukan baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang adalah sebagai berikut ;
·
Melakukan pemberdayaan sumber daya manusia (petugas dan petani)
Pemberdayaan dalam bentuk gerakan untuk meningkatkan kemampuan petugas dan
petani dalam penguasaan perinsip-perinsip pengendalian hama. Hal ini dapat
dilakukan melalui TOT bagi petugas dan berupa pelatihan serta sekolah lapang
untuk petani, diharapkan dengan adanya
program ini akan menciptakan
petani-petani ahli PHT (Pengendalian Hama Terpadu). Petani ahli PHT ini juga dapat menjadi nara sumber bagi petani
lain, sehingga proses diseminasi teknologi akan lebih cepat dan efektif karena
menerapkan model penyuluhan dari petani untuk petani (farmer to farmer).
· Pengembangan konsep PHT
Penerapan konsep PHT sudah menunjukkan
keberhasilan yang luar biasa dalam pengendalian hama wereng coklat di
Indonesia. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep PHT perlu
dikembangkan menjadi Pengendalian Keragaman Hayati Terpadu (PKHT) atau Integrated
Biodiversity Management (IBM). Konsep PKHT ini berupa perpaduan antara PHT
dengan konservasi, dengan kata lain lebih menekankan aspek ekologi namun juga
aspek ekonominya. Penerapan PKHT ini akan meningkatkan atau mempertahankan
keragaman hayati sehingga dapat menjamin keberadaan dan sekaligus meningkatkan
peranan musuh-musuh alami lokal. Implementasi
konsep ini dalam mengendalikan hama wereng coklat dapat dilakukan dengan pengelolaan
agroekosistem persawahan melalui konservasi seperti menerapkan sistem tumpang
sari, yaitu penanaman palawija di
pematang atau surjan pada saat ada tanaman padi, melakukan pergiliran tanaman dan memelihara
tanaman lain seperti rumput-rumputan di sekitar lahan sawah, baik pada saat ada
tanaman padi maupun dalam keadaan bera. Dalam kondisi tertentu atau pada saat
musuh alami lokal tidak berperan bisa melakukan introduksi musuh alami baik
secara inokulasi (dilepas dalam jumlah sedikit) maupun secara inundasi (dilepas dalam jumlah banyak)
sehingga keragaman hayati dan keseimbangan agroekosistem tetap terjaga
· Meningkatkan kemampuan
musuh alami utama melalui penelitian rekayasa genetik
Berkembangnya teknologi DNA atau rekayasa genetik pada era tahun 1970an berkontribusi
terhadap pengembangan penelitian biologi molekuler untuk meningkatkan
efektifitas musuh alami. Terkait dengan peningkatan kemampuan musuh alami
melalui rekayasa genetik ini sudah mulai dilakukan seperti
penelitian untuk mendapatkan predator kepik C.
lividipennis yang memiliki kemampuan memangsa tinggi terhadap hama wereng
coklat melalui seleksi DNA.
·
Penerapan dan pengembangan konsep PHT pada program SL-PTT
Program P2BN yang dilakukan melalui SL-PTT merupakan suatu wadah penting dan prospektif dalam menerapkan dan
mengembangkan konsep PHT atau PKHT. Oleh karena itu perlu adanya penekanan dan
pengawalan terhadap penerapan konsep tersebut terutama di lahan LL (Labor
Lapang) seluas satu hektar di kawasan SL-PTT (25 ha) tersebut. Penerapan konsep
PHT atau PKHT dalam program SL-PTT akan mempercepat alih teknologi kepada
pengguna dan sekaligus melakukan antisipasi terhadap serangan wereng coklat,
sehingga pengendalian hama wereng coklat ini bisa dilakukan secara dini sehingga lebih efisien, efektif
dan berwawasan lingkungan.
·
Menggalakkan pemantauan populasi wereng coklat
Pemantuan
populasi sangat penting artinya untuk mengetahui kondisi fluktuasi populasi
hama yang akan digunakan sebagai dasar dalam mengambil suatu keputusan apakah
perlu atau tidak melakukan tidakan pengendalian seperti penggunaan
insektisida. Pemantauan populasi wereng coklat bisa dengan cara yang mudah dan
murah yaitu menggunakan lampu perangkap. Metoda ini disamping dapat mengetahui
jenis dan perkembangan populasi hama-hama serangga dan juga musuh-musuh alami
yang tergolong serangga terutama yang tertarik dengan cahaya lampu.
Implikasi Kebijakan
Melemahnya usaha pengembangan dan penerapan konsep PHT terhadap hama padi
terutama wereng coklat saat ini, perlu adanya kebijakan yang mendasar dilakukan
oleh pemerintah yaitu pertama mensosialisasikan perobahan paradigma pengendalian
hama dari konsep PHT menjadi PKHT yang
merupakan perpaduan dari konsep PHT
dengan konservasi lingkungan kedua
perlu adanya gerakan pengembangan dan penerapan konsep PKHT kepada petugas dan
petani dalam program SL-PTT secara komprehensif dan berkelanjutan dan ketiga adalah menyiapkan fasilitas atau
sarana prasarana untuk menunjang dan mengembangkan musuh-musuh alami lokal dalam
upaya menggalakkan pengendalian hayati.
Prof (R).Dr. Ishak Manti, MS
DAFTAR RUJUKAN
BAEHAKI. S.E. 2011.
Normalisasi dan pengendalian dini hama wereng coklat pengaman produksi padi
nasional. Agro Inovasi. Inovasi Pengendalian Hama Wereng.Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Edisi 20-26 Juli 2011 No. 3415 Tahun XLII; 9 hal.
CATINDING, J.L.A, G.S.
ARIDA, S.E. BAEHAKI, L.Q. CUONG, M. NOROWI, W.RATTANAKAM, W.SRIRATANASA, J. XIA
and Z. LU. 2009. Pp 191-220 In Heong K.L., Hardy, B. Editors. 2009.
Planthoppers: new threats to the sustainability of intensive rice production
system in Asia, Los Banos (Phlippines)
KENMORE, F.E. 1980. Ecology and outbreaks of a tropical insect pest the
green revolution the rice brown planthopper Nilaparvata
lugens (Stal). Ph.D Thesis, Univ. of California, Berkeley, USA.
(Unpublished). 226 p.
KIRITANI, K. 2006.
Predicting impact of global warming on population dynamics and distribution of
arthropods in Japan. Populasi Ecology (2006) 48: 5-12
KRUTMUANG, P. 2011. Brown planthopper
(nilaparvata lugens) and pest management in Thailand. Conerence on
International Research on Food Security,Natural Resource Management and Rural
Development. Univversity of Bonn, October 5-7, 2011.
MANTI, I., DAN K. ZEN. 1997. Kelimpahan Musiman Populasi Wereng Batang
Coklat dan Musuh Alaminya pada Beberapa Verietas Padi.
Pengelolaan Serangga Secara Berkelanjutan. Prosiding Kongres Perhimpunan
Entomologi Indonesia V dan Simposium Entomologi, Bandung, 24 – 26 Juni 1997 :
268-276.
RAMYA, M., J.S.
KENNEDY, V.GEETHA LAKSHMI, A. LAKSHMANAN, N. MANIKANDAN AND N.U. SEKHAR. 2012.
Inpact of elevated temperature on major pest of rice. ClimaRice Technical Brief
10-2012; 6 p.
SATPATHI, C.R, G. KATTI
AND Y.G. PRASAD. 2011. Effect of seasenal variation live table of brown
planthopper Nilaparvata lugens Stal on rice plant in East India. Middle –East
Journal of Scientific Research 10 (3): 370-373
SHARMA, H.C. 2010.
Global warming and climate change: Impact on arthropod biodiversity, pest
management, and food security. In National Symposium on Perspectives and
Challenges of Integrated Pest Management for Sustainable Agriculture, 19-21 Nov
2010, Solan.
STANGE, E.E, M.P.
MATTHEW. 2010. Ecological effect of climate change, Population Ecology.
http//www.els.net/WileyCDA/ElsArticle/refld-a002255.htp. download
28 Maret 2013.
UNTUNG, K DAN A. TRISYONO, 2011.
Wereng batang coklat mengancam swasembada beras. http://faperta.ugm.ac.id/fokus Akses 9 Juli 2011
WIKIPEDIA, THE FREE ENCYCLOPEDIA. 2013.
Climate change and agriculture. http //en.wikipedia.org/wiki/Climate_change_and_agriculture.
Download 28/2-2013.
YAMAMURA, K., M.
YOKOZAWA, M. NISHIMORI, Y. UEDA, AND T. YOKOSUKA. 2006. Global warming increase
the yield loss caused by insect pest in paddy f ield. How to analyze long-term
insect population dynamics under climate change: 50-years data of three insect
pest in paddy field. Population Ecology 48: 31-48.
http//cse.niaes.affrc.go.jp/yamamura/topic22Ehtp. Download 4/3/2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar